background

SELOKI TAKARAN BIJAKSANA MINUM ARAK

SELOKI TAKARAN BIJAKSANA MINUM ARAK

 

 

Minuman arak bukanlah hal yang asing bagi masyarakat Bali, karena disamping sebagai tradisi minum arak, arak juga dipergunakan sebagai sarana kegiatan upacara terutama dalam kegiatan upacara bhuta yadnya. Bapak Gubernur Bali I Wayan Koster telah menetapkan tanggal 29 Januari sebagai peringatan Hari Arak Bali, merujuk Surat Keputusan Gubernur Bali No 929/03-1/HK/2022. Surat Keputusan ini memperkuat Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tetang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan /atau Destilasi Khas Bali. Dalam Upaya dan Strategi memperkokoh perlindungan dan pemberdayaan arak Bali, maka tanggal 29 ditetapkan sebagai Hari Arak Bali, sebagai tonggak perubahan status yang mengangkat keberadaan nilai dan harkat arak Bali.Tujuan lain adalah untuk meningkatkan perekonomi rakyat yang berkelanjutan dan juga perlindungan bagi pelaku usaha arak Bali, seperti UMKM maupun Koperasi. Bapak Gubernur juga mengajak warga Bali untuk meminum atau seloki arak setiap pagi dan malam untuk Kesehatan.
Dalam tradisi minum arak di Bali menggunakan seloki, seloki adalah gelas kecil , isinya sekitar 25 sampai 30 ml. oleh karena itu apabila di minum sesuai ketentuan dan takaran yang tepat akan sangat bermanfaat bagi Kesehatan, karena arak bisa dimanfaatkan sebagai obat.
Dalam hitungan minum arak, satu sampai dua seloki sangat bermanfaat bagi Kesehatan, minum satu seloki disebut “eka sari”, manfaatnya menghangatkan tubuh sehingga hati menjadi gembira, merangsang semangat kerja dengan suka cita. Minum dua seloki disebut “dwi ngamertanin”, biasanya untuk pengobatan. Beberapa manfaat mengkonsumsi minuman tradisional seperti tuak mapun arak bagi kesehatan, antara lain menjaga kehangatan tubuh, meredakan sariawan, sebagai obat penenang, melancarkan sistem pencernaan serta kesehatan tulang, termasuk juga membangkitkan kemampuan bawah sadar.
Tapi dalam kondisi tertentu apabila kita ingin meningkatkan kepercayaan diri dan tampil lebih meyakinkan tanpa ada perasaan canggung, bisa minum tiga seloki disebut dengan “tri raja Busana” tapi hati hati jangan terlalu banyak berucap karena saking kercaya diri terkesan sombong, dan tetap waspada mengendalikan diri. Untuk itu hindari mminum lebih dari tiga seloki bisa berdampak tidak baik. Minum empat seloki disebut ” catur kokila basa” biasanya orang sudah mulai mabuk, berbicara ngalor ngidul, tidak karuan. Bila minum lima seloki disebut “ panca wana konyer”, seperti kera kuntunan, atau digigit serangga, lompat sana lompat sini sambil garuk- garuk dan ketawa ketawa seperti orang gila. Dan apabila minum enam seloki disebut “sad wanara rukem” seperti kera tidur sembarangan susah dibangunkan, artinya sudah mabuk berat tidak bisa mengnotrol diri.
Jadi idealnya minum arak cukup dua seloki, sebagai mana ajakan bapak gubernur minum dipagi dan dimalam hari, paginya untuk membangkitkan semangat, meningkatkan motivasi dan malamnya untuk menghangatkan tubuh.
Perlu dipahami saat upacara kita menggunakan tirta, tuak/ arak dan brem bukan untuk minuman bhuta kala, itu adalah perlambang aksara suci Ang, Ung, Mang, ( upetti, stiti dan pralina ) kita memercikan untuk menetralisir aura negative dan memohon berkat dari Ida Hyang Widi, biasanya dimulai dari nyiratang tirta, dengan mantram Om tirtha amertha Sudha Nirmala ya nama swaha, kemudian dilanjutkan dengan nyiratang tuak/arak dan brem dengan mantra Om ibek segara, ibek danu, ibek bayu, premananing hulun. “Artinya, Om Hyang Widhi bersihkan dan sucikanlah semuanya ini,   semoga hamba diberkahi bagaikan melimpahnya air laut, air danau, dan memberi kesegaran jiwa dan batin hamba,
Karena itu jangan takut minum arak karena arak bukan minuman bhuta kala, asal sesuai dengan takaran seloki dengan bijaksana, Ayooo kita bangun UMKM Bali bangun lebih cepat bangkit lebih kuat.*)

*) Drs. I Made Sila, M.Pd adalah doaen Prodi PPKn, FKIP Dwijendra University dan saat ini menjabat sebagai Wakil Rektor II

 

 

 

-------

Berita ini pernah terbit pada laman sunarpos.com