Oleh : Kadek Indah Darmayani
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi dan Bisnis Dwijendra University
Dalam dunia pendidikan, guru memiliki peran utama dalam membentuk generasi penerus bangsa. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, peran ini menjadi semakin kompleks. Guru tidak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran, tetapi juga menjadi fasilitator, motivator, dan inspirator bagi siswa. Salah satu elemen penting yang mendukung peran ini adalah keterampilan komunikasi. Komunikasi yang efektif tidak hanya menjadi jembatan antara guru dan siswa, tetapi juga menjadi kunci dalam menciptakan suasana belajar yang produktif dan menyenangkan.
Tetapi, keterampilan komunikasi sering kali dianggap sebagai aspek tambahan dalam profesi guru, bukan sebagai elemen inti yang harus dikembangkan. Akibatnya, banyak guru yang hanya fokus pada penyampaian materi secara formal tanpa mempertimbangkan bagaimana pesan tersebut diterima dan dipahami oleh siswa. Perlu diketahui juga komunikasi yang buruk dapat menciptakan jarak emosional antara guru dan siswa, menurunkan minat belajar, bahkan memunculkan ketidaknyamanan di dalam kelas.
Dalam konteks pembelajaran, keterampilan komunikasi guru mencakup lebih dari sekadar kemampuan berbicara dengan jelas. Guru harus mampu membaca situasi di kelas, memahami emosi dan kebutuhan siswa, serta menggunakan bahasa verbal dan nonverbal secara tepat. Sebuah pertanyaan sederhana yang diajukan dengan nada suara yang penuh perhatian dapat menjadi pembuka diskusi yang mendalam. Sebaliknya, komentar yang terdengar menghakimi atau kurang empati dapat memadamkan semangat siswa untuk berpartisipasi.
Salah satu tantangan terbesar dalam komunikasi guru adalah bagaimana menjangkau semua siswa dengan beragam latar belakang dan gaya belajar. Tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama dalam menyerap informasi, dan di sinilah keterampilan komunikasi guru diuji. Guru perlu fleksibel dalam pendekatan mereka, menggunakan berbagai media dan metode untuk menyampaikan materi. Ketika guru hanya terpaku pada satu metode, ada risiko bahwa sebagian siswa akan tertinggal atau merasa tidak dilibatkan dalam proses belajar.
Namun, komunikasi dalam pembelajaran bukan hanya soal bagaimana guru berbicara kepada siswa, tetapi juga bagaimana guru mendengarkan mereka. Mendengarkan secara aktif berarti memberi perhatian penuh pada apa yang dikatakan siswa, memahami maksud mereka, dan memberikan respons yang sesuai. Ketika siswa merasa bahwa pendapat mereka dihargai, mereka akan lebih bersemangat untuk terlibat dalam proses belajar. Tetapi banyaknya kasus yang memperlihatkan guru terlalu sibuk dengan jadwal pengajaran sehingga kurang memberikan ruang untuk mendengar suara siswa.
Di sisi lain, komunikasi yang efektif juga menjadi alat untuk membangun hubungan yang sehat antara guru dan siswa. Hubungan yang baik tidak hanya memengaruhi suasana kelas, tetapi juga meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Guru yang mampu berkomunikasi dengan hangat dan terbuka akan lebih mudah mendapatkan kepercayaan siswa. Hal ini penting, karena kepercayaan adalah fondasi dari pembelajaran yang bermakna.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak guru yang masih terpaku pada pendekatan komunikasi satu arah, di mana guru mendominasi percakapan sementara siswa hanya menjadi pendengar pasif. Pendekatan ini mungkin efisien untuk menyampaikan informasi, tetapi tidak efektif dalam mendorong pemahaman mendalam dan keterlibatan siswa. Guru perlu bertransformasi menjadi fasilitator yang membuka ruang dialog, mendorong siswa untuk berpikir kritis, dan memberikan mereka kesempatan untuk mengeksplorasi ide-ide mereka sendiri.
Keterampilan komunikasi guru juga berkaitan erat dengan bagaimana mereka memberikan umpan balik. Kritik yang disampaikan dengan cara yang membangun dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk terus belajar, sementara kritik yang keras atau tidak proporsional dapat merusak kepercayaan diri mereka. Di sisi lain, pujian yang tepat waktu dan tulus dapat meningkatkan semangat siswa untuk terus berkembang. Oleh karena itu, guru harus berhati-hati dalam memilih kata-kata dan nada suara ketika memberikan umpan balik kepada siswa.
Komunikasi yang efektif juga membutuhkan empati dan sensitivitas terhadap dinamika kelas. Guru harus peka terhadap perubahan suasana hati siswa, tanda-tanda kelelahan, atau ketidaknyamanan yang mungkin muncul. Dengan memahami situasi ini, guru dapat menyesuaikan pendekatan mereka untuk memastikan bahwa semua siswa merasa didukung dan dihargai.
Keterampilan komunikasi yang baik tidak datang dengan sendirinya, ia membutuhkan latihan, refleksi, dan komitmen untuk terus belajar. Guru harus terbuka untuk menerima masukan, baik dari siswa maupun rekan guru lainnya, tentang cara mereka berkomunikasi. Selain itu, pelatihan profesional yang berfokus pada keterampilan komunikasi perlu menjadi bagian dari program pengembangan guru. Hal ini penting untuk memastikan bahwa semua guru memiliki alat yang mereka butuhkan untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan efektif.
Pada akhirnya, keterampilan komunikasi guru bukan hanya tentang bagaimana menyampaikan informasi, tetapi juga tentang bagaimana membangun hubungan, memotivasi siswa, dan menciptakan suasana belajar yang mendukung. Guru yang mahir berkomunikasi tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga pembimbing, teman diskusi, dan inspirasi bagi siswa. Dalam upaya menciptakan generasi yang unggul, meningkatkan keterampilan komunikasi guru adalah investasi yang tidak hanya bermanfaat bagi pendidikan, tetapi juga bagi masa depan bangsa.
Berita ini pernah terbit pada laman sunarpos.com