Kulkul, Alat Komunikasi Tradisional Bali

Oleh : Indah Arya Pinatih

Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi dan Bisnis Dwijendra University

Kulkul adalah alat komunikasi tradisional masyarakat Bali, berupa alat bunyian yang umumnya terbuat dari kayu atau bambu, dan benda peninggalan para leluhur. Di setiap organisasi tradisional di Bali, terdapat setidaknya sebuah kulkul. Selain di Bali, Kulkul yang lazimnya disebut dengan kentongan, terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia. Untuk itu, kulkul dijadikan alat komunikasi tradisional oleh masyarakat Indonesia.

Pada zaman Jawa-Hindu, kulkul disebut ‘Slit-drum’ yaitu berupa tabuhan dengan lubang memanjang yang terbuat dari bahan perunggu. Pada masyarakat Bali, istilah kulkul ditemukan dalam syair Jawa-Hindu Sufamala. Kayu adalah bahan dasar dari kulkul yang erat hubungannya dengan manusia. Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kulkul lebih dikenal dengan nama ‘Tongtong.

Hampir seluruh kegiatan yang dilakukan masyarakat Bali mengikutsertakan kulkul. Bahkan, dalam upacara pemanggilan para Dewa, dimulai dengan membunyikannya. Kulkul juga hampir selalu hadir dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Dalam acara pagelaran atau pertunjukan seni, mulai dari pertunjukkan GamelanAnyar, Tektekan, sampai pada seni Karawitan, semuanya menggunakan kulkul sebagai pelengkap dari pertunjukan tersebut. Selanjutnya, kulkul juga digunakan dalam upacara-upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Bali.


Jadi, sebuah kulkul dapat dikatakan bukan saja merupakan alat tradisional, melainkan suatu media komunikasi tradisional yang menjembatani komunikasi masyarakat Bali, baik antara manusia dengan Dewa, manusia dengan penguasa alam, maupun manusia dengan sesamanya. Selain itu, kulkul juga diyakini mampu membentuk rasa persatuan dan kesatuan di dalam kehidupan masyarakat Bali. Dengan demikian, peranan kulkul sebagai media komunikasi tradisional masyarakat Bali sangatlah besar. Kulkul berperan untuk menyampaikan simbol-simbol atau kode-kode yang dapat dimaknai secara langsung seperti ritme pukulan maupun nilai-nilai luhur yang terkandung didalamnya, seperti rasa persatuan dan kesatuan, kepada seluruh masyarakat Bali.


Adanya kulkul di Bali telah menjadikannya sebuah budaya dengan makna simbolik tersendiri jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Meskipun setiap daerah memiliki budaya kulkul(kentongan) dengan fungsi sebagai alat komunikasi. Akan tetapi konteks sosial pada masyarakat bali yang membedakannya dengan daerah lain. Bisa dikatakan bahwa kulkul merupakan salah satu simbol budaya masyarakat Bali.

Fungsi kulkul bagi masyarakat Bali mempunyai kaitan erat dengan kegiatan banjar. Masyarakat Bali biasanya melakukan pertemuan rutin sebulan sekali pada setiapbanjar. Menjelang hari pertemuan, terlebih dahulu kulkul dipukul dengan sebuah alat pemukul dari kayu. Suara kulkul akan terdengar sampai ke pelosok banjar. Suara tersebut merupakan panggilan kepada warga untuk segera berkumpul di tempat yang sudah disepakati bersama.

Selain sebagai tanda pertemuan, bunyi kulkul juga mengandung arti untuk pengerahan tenaga kerja. Pengerahan tenaga kerja tersebut ada yang sudah direncanakan, dan ada pula yang sifatnya mendadak. Bentuk pengerahan tenaga kerja yang sudah direncanakan contohnya gotong royong membersihkan desa, mempersiapkan upacara di pura bagi masyarakat Bali, dan mencuci barang-barang suci. Pengerahan warga diawali dengan terdengarnya suara kulkul. Segera, setelah warga berkumpul, mereka secara bersama-sama melakukan aktivitas membersihkan desa. Sedangkan contoh pengerahan tenaga kerja yang sifatnya mendadak, umumnya seperti menanggulangi kejadian yang tiba-tiba menimpa banjar. Kejadian itu dapat berupa kebakaran, banjir, orang mengamuk, dan pencuri. Bunyi kulkul terdengar cepat dan panjang sekaligus sebagai isyarat supaya warga segera datang atau berjaga-jaga karena ada bahaya mengancam.

Di samping sebagai tanda pertemuan rutin dan pengerahan tenaga kerja, kulkul seringkali digunakan ketika terjadi gejala alam seperti gerhana bulan yang akan disambut oleh seluruh banjar. Masyarakat Bali berkeyakinan bahwa gerhana bulan terjadi karena bulan dimangsa oleh Kalarau. Bunyi kulkul yang menggema di seluruh Bali akan menghilangkan konsentrasi Kalarau, sehingga ia akan melepaskan bulan kembali.

Berita ini pernah terbit pada laman sunarpos.com