Filosofi Tri Hita Karana yang merupakan kearifan lokal (local wisdom) masyarakat Bali kembali digaungkan oleh Rektor Dwijendra University, Prof. Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc.M.M.A. melalui Symposim yang mengambil tema Community Sustainability and Resilience in the Post-Pandemic World, yang diselenggarakan oleh Faculty of Social Science, Waseda University, Tokyo pada tanggal 30-31 Januari 2024. Sedana dalam presentasinya menyampaikan materi tentang pelaksanaan pertanian organik pada tanaman padi berbasis kearifan lokal, dan juga mengungkapkan bahwa usahatani organik harus semakin digalakan untuk menjaga harmonisasi kondisi lingkungan alam sebagai salah satu elemen dalam tri hita karana. Selain itu, integrasi antar elemen tri hita karana harus semakin diperkuat dan dibumikan sampai ke tingkat petani dan masyarakat lainnya.
Sedana yang juga peneliti subak menyebutkan bahwa masih ditemui beberapa kendala dalam penerapan dan aplikasi pertanian organik di tingkat petani. Di antaranya adalah adanya ketergantungan yang tinggi petani terhadap penggunaan pupuk sintetis/kimia yang merupakan bagian dari program pemerintah dalam meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman padi. Semenjak diintroduksinya green revolution oleh pemerintah pada akhir 1960an, para petani sudah terbiasa menggunakan pupuk kimia yang diperkenalkan oleh pemerintah.
Di sisi lain, penerapan sistem pertanian organik harus menjadi bagian yang penting untuk mengembalikan kesehatan dan kemurnian alam seperti tanah, air dan udara, ungkap Sedana.
Oleh karena itu, diperlukan adanya penguatan subak-subak untuk menerapkan pertanian organik melalui pendampingan yang disertai dengan insentif kepada mereka sebagai pejuang lingkungan, khususnya pada bidang pertanian di lahan sawah.
Berita ini pernah terbit pada laman sunarpos.com