Ketimpangan Sosial dan Kesenjangan Ekonomi di Bali: Realitas dibalik Gemerlap Pariwisata

Oleh:  Ni Luh Gede Mei Sri Wahyuni

Mahasiswi Fakultas Ilmu Komunikasi dan Bisnis Dwijendra University

Pulau Bali telah menjadi destinasi wisata kelas dunia karena keindahan alam dan kekayaan budayanya. Jutaan wisatawan dari seluruh dunia berkunjung setiap tahun untuk menikmati keindahan pantai, tarian tradisional yang mempesona, dan penduduk yang ramah. Namun, di balik glamornya sektor pariwisata Bali, terdapat permasalahan mendalam terkait kesenjangan sosial dan ketimpangan ekonomi yang semakin terlihat. Ketimpangan sosial di Bali tercermin dari pemerataan pembangunan yang tidak merata. Kawasan-kawasan seperti Badung, Denpasar, dan Gianyar, yang menjadi pusat kegiatan pariwisata, menikmati fasilitas dan infrastruktur yang lebih maju. Sementara itu, daerah-daerah seperti Bangli, Karangasem, dan Jembrana, yang berada di luar pusat-pusat wisata utama, menghadapi berbagai tantangan ekonomi dan sosial. Sebagai contoh, Karangasem, salah satu kabupaten termiskin di Bali, mencatat tingkat kemiskinan yang jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata provinsi. Masyarakat di sana sebagian besar masih bergantung pada sektor pertanian tradisional yang tidak banyak berkembang. Infrastruktur yang terbatas dan akses yang sulit ke layanan pendidikan maupun kesehatan semakin memperparah ketimpangan.

Terdapat beberapa penyebab Ketimpangan Sosial dan Ekonomi di Bali :

Ketergantungan pada Pariwisata.
Pariwisata merupakan sektor ekonomi utama Bali yang menyumbang lebih dari separuh PDB (Pendapatan Domestik Bruto) Bali. Namun, ketergantungan yang berlebihan pada sektor tunggal ini menimbulkan kerentanan, terutama bagi kelompok masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam industri pariwisata.

Konsentrasi keuntungan pada Investor Besar.
Sebagian besar investasi di sektor pariwisata dikendalikan oleh investor besar, yang seringkali tidak berbasis lokal. Hotel-hotel besar, resor, dan vila mewah sering kali dimiliki oleh perusahaan asing atau milik negara, dengan penduduk lokal bekerja sebagai pekerja berpenghasilan rendah.

Masalah Kepemilikan Lahan
Proses alih fungsi lahan yang masih untuk kebutuhan pariwisata sering kali mengorbankan masyarakat adat Bali. Banyak tanah tradisional yang dijual untuk pembangunan hotel atau resor, sehingga masyarakat lokal kehilangan aset ekonomi utama mereka.

Ketimpangan Akses Pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu kunci untuk mengurangi ketimpangan, namun akses terhadap pendidikan berkualitas masih menjadi masalah di beberapa wilayah pedesaan di Bali. Anak-anak di daerah terpencil sering kali kesulitan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena keterbatasan fasilitas atau kondisi ekonomi keluarga.

Urbanisasi dan Pusat Konsentrasi Ekonomi
Pusat perkotaan seperti Denpasar dan Kuta telah menjadi magnet bagi penduduk desa yang bermigrasi untuk mencari pekerjaan. Akibatnya, perdesaan mengalami stagnasi perekonomian akibat kurangnya sumber daya manusia yang produktif, sedangkan perkotaan menghadapi tantangan baru berupa kepadatan penduduk dan kesenjangan sosial.

Ketimpangan sosial dan ekonomi di Bali tidak hanya menciptakan kesenjangan antara kelompok masyarakat, tetapi juga memengaruhi atau berdampak pada berbagai aspek kehidupan yaitu :

Ketidakadilan Sosial
Ketimpangan ini menciptakan jurang antara kelompok yang memiliki akses terhadap peluang ekonomi dengan mereka yang tidak. Masyarakat di daerah pedesaan cenderung merasa tertinggal dibandingkan mereka yang tinggal di kawasan pariwisata.

Kerentanan Ekonomi
Ketergantungan pada pariwisata membuat Bali sangat rentan terhadap krisis global, seperti yang terlihat selama pandemi COVID-19, ketika industri pariwisata lumpuh dan ribuan orang kehilangan pekerjaan.

Perubahan Sosial-Budaya
Ketimpangan ini juga menyebabkan pergeseran budaya, dimana generasi muda di pedesaan cenderung meninggalkan tradisi lokal mereka dan mencari peluang kerja di kota-kota besar. Hal ini berisiko kehilangan keunikan budaya Bali yang menjadi daya tarik pariwisata.

Konflik Sosial Ketimpangan ekonomi dapat memicu ketegangan antara masyarakat lokal dengan pendatang atau investor, terutama ketika masyarakat merasa tidak mendapatkan manfaat yang adil dari pembangunan.
Guna mengatasi ketimpangan sosial dan kesenjangan ekonomi di Bali memerlukan pendekatan yang holistik dan inklusif. Berikut beberapa langkah strategis yang dapat diambil:

Diversifikasi Ekonomi
Bali perlu mengembangkan sektor-sektor ekonomi lain di luar pariwisata, seperti pertanian modern, perikanan, dan ekonomi kreatif berbasis budaya lokal. Pemerintah harus mendorong inovasi di sektor-sektor ini dengan memberikan pelatihan, akses modal, dan pemasaran.

    2. Peningkatan Kualitas Pendidikan

Program pendidikan yang merata dan berbasis kebutuhan lokal sangat penting untuk menciptakan peluang yang lebih adil. Pemerintah perlu memperluas akses pendidikan di pedesaan dan meningkatkan kualitas guru serta fasilitas.

    3.Perlindungan Masyarakat Adat

Kepemilikan lahan adat harus dilindungi oleh regulasi yang tegas. Pemerintah perlu memastikan bahwa masyarakat adat memiliki hak atas tanah mereka dan mendapatkan manfaat langsung dari pembangunan pariwisata.

   4. Pemberdayaan UMKM Lokal

UKM berbasis lokal perlu didukung melalui pelatihan, akses terhadap teknologi dan perluasan pasar. Hal ini akan membantu menciptakan lapangan kerja baru yang berkelanjutan.

   5. Pengembangan Infrastruktur Pedesaan

Peningkatan infrastruktur di daerah-daerah terpencil, seperti jalan, listrik, dan internet, akan membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat setempat.

   6. Pengelolaan Pariwisata Berkelanjutan

Pemerintah harus mengarahkan pariwisata Bali ke arah yang lebih inklusif dan berkelanjutan, dimana masyarakat lokal dapat berpartisipasi aktif sebagai pemangku kepentingan utama, bukan hanya pekerja.

Berita ini pernah terbit pada laman sunarpos.com

x  Powerful Protection for WordPress, from Shield Security
This Site Is Protected By
Shield Security